Jumat, 25 Juli 2014

[SOFTSKILL] Fenomena Penukaran Uang 'Receh' HARAM!

bismillah..

Saya menemukan sebuah tulisan yang sangat menarik pada halaman situs tribun tentang haramnya kegiatan penukaran uang, rupiah ke rupiah, yang biasanya marak dilakukan menjelang hari raya lebaran. Berikut kutipan dari tautan diatas:

"Tribunnews.com, SAMARINDA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan praktik jual beli uang alias penukaran uang uang marak menjelang Lebaran. Ketua Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Samarinda Zaini Naim menegaskan jual beli uang masuk dalam kategori riba. Riba dalam Islam termasuk perbuatan yang sangat dikecam. Dalam kata lain, sengaja menukar uang dengan potongan tertentu itu dosa.

Biasanya, penukaran uang tersebut digunakan sebagai "angpao" Lebaran. Sehingga, penyedia jasa penukaran uang kecil dengan potongan tertentu, menjamur di waktu seminggu sebelum Lebaran.

“Pada pandangan Majelis Ulama Indonesia, pedagang seperti itu hukumnya haram. Mestinya aparat yang terkait seperti Bank Indonesia segera mengantisipasi jual beli uang seperti itu,” kata Zaini Naim, Rabu (23/7/2014).

Menurut Zaini, selama ini umat Islam menentang perdagangan uang. Tidak hanya itu, secara hukum Islam praktik perdagangan uang masuk ke dalam riba. Seharusnya, lanjut dia, umat Islam menghindari perbuatan yang sudah jelas haram. Terlebih, di Bulan Suci Ramadan.

“Hindari riba. Rasulullah mengatakan, riba itu ada 90 lebih modelnya. Riba yang paling ringan itu seperti seorang anak yang menyetubuhi ibunya. Bayangkan saja, dosa riba yang paling ringan itu seperti dosa seorang anak yang menyetubuhi ibunya,” ungkap dia.

Terutama, lanjut dia, dalam praktek jual beli uang, setiap pedagang mengambil untung yang yang relatif besar. Yakni dari Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu dari tiap uang Rp 100 ribu yang ditukarkan. Parahnya, para pembeli boleh melakukan proses tawar-menawar. “Sudah haram jelas tidak boleh dilakukan. Apalagi ada proses tawar-menawar,” Zaini."


pernyataan MUI tersebut jelas mengundang pro dan kontra, sebab, selain praktek pertukaran antar rupiah, ada juga praktek pertukaran valuta asing yang menggunakan prinsip yang sama, yaitu sama-sama mengambil keuntungan dari proses pertukaran tersebut. Jika proses pertukaran rupiah-rupiah ini di protes keras, mengapa pertukaran rupiah-asing/asing-rupiah tidak?

 

menurut saya, seharusnya praktek penukaran uang oleh oknum ini tidak perlu ada, karena Bank pun biasanya setiap menjelang hari raya sudah bisa melayani proses penukaran uang receh tanpa ada selisih, atau setidaknya punya selisih yang lebih murah dibanding punya si oknum itu. Logika saja,  di depan gundar itu banyak orang berderet nawarin jasa penukaran uang receh, dan uangnya itu masih dalam keadan baru, bagus-bagus, masih bau bank lagi.. nah, dapat darimana mereka kalau bukan dari bank? setelah dapat uang receh tersebut, masih mau dijual kembali pula.. apalagi yang namanya oknum itu pasti nakal, bisa-bisa emang niatnya mau cari keuntungan besar dari proses penukaran tersebut. Dengan logika seperti itu berarti sudah jelas kalaupun ada selisih dari bank, maka itu pasti lebih murah dibandingkan dengan selisih dari si oknum.

MUNGKIN ulah si oknum ini yang membuat gerah MUI sampai-sampai mengeluarkan fatwa haram, karena proses 'dagang'nya nggak beres, memanfaatkan sifat orang yang malas nukar uang ke bank, dan cenderung nyari untung besar.. meskipun dalam prinsip ekonomi itu masih wajar sih.. tapi serius, saya juga masih bingung kenapa praktek tersebut di fatwa haram? padahal, setahu saya, dalam islam itu nggak ada persenan maksimal buat keuntungan dagang lho.. karena dalam islam itu ada beberapa asas yang berlaku, seperti asas suka sama suka, asas tidak merugikan orang lain, asas tidak menipu, dan mungkin masih banyak asas-asas lagi yang saya lupa... nah, proses ini kan bisa dibilang telah memenuhi asas-asas tersebut, kan?

namun jikalau itu benar bahwa praktek tersebut haram, harusnya MUI juga mempersoalkan tentang praktel 'Money Changer' valas (valuta asing) yang menjamur di daerah wisata di kota-kota besar di indonesia. Kalau dicermati, kedua praktek tersebut nggak ada bedanya. Jika pada praktek penukaran uang receh sang oknum cari untung seenak jidat (misal nukar uang lembaran 100,000-an dengan 9 lembar 10,000-an), pada praktek penukaran valas ada sistem yang namanya 'Selisih Kurs'.. selisih kurs ini kurang lebih bisa dipahami pada contoh sederhana seperti ini:

misalnya negara kita punya hutang kepada asing sebesar $ 1,000,000,-. Pada kurs tahun 2010 misalnya satu dollar seharga sembilan ribu rupiah. itu berarti negara kita berhutang sebesar Rp.9,000,000,000 (setara $ 1,000,000) kepada asing.

misalnya hutang mandek belom kebayar sampai tahun 2014. Nah, tahun 2014 kurs satu dollar sudah mencapai 12,000 rupiah. itu berarti hutang negara menjadi Rp.12,000,000,000,- kan! nyesek juga ya.. kira-kira begitu sistem selisih kurs, sehubungan nilai mata uang itu tidak selamanya stabil, maka menurut saya untuk praktek tukar mata uang asing ini masih wajar karena patokannya selalu berubah-ubah.

nah, kalau pertukaran asing yang menggunakan sistem 'selisih kurs' kan sudah jelas alasannya darimana mereka ambil 'untung', kalau praktek penukaran uang receh ini masih belum jelas takaran 'selisih' nya, bisa beda-beda tergantung yang menyediakan jasa. Tapi, sekali lagi saya ingatkan, meskipun menurut saya praktek penukaran uang receh oleh oknum ini seharusnya tidak ada, namun orang kecil seperti para penjaja jasa penukaran uang receh ini pun berhak menikmati THR lebaran versi mereka masing-masing.. dan menurut kacamata orang awam seperti saya ini, mereka-mereka ini hanya memanfaatkan momen lebaran dan kesempatan saja, mumpung orang-orang sedang sibuk ngurusin mudik, tidak sempat ke bank, yang biasa jual makanan mumpung lagi libur jualan karena puasa, itung-itung nambah penghasilan buat sekolah anak, buat makan anak istri, buat nyambung hidup aja udah syukur alhamdulillah..

 

tapi pendapat mengenai haram tidaknya praktek penukaran uang receh ini kembali pada diri dan hati nurani masing-masing.. pro kontra selalu ada dan perdebatan tidak akan berhenti.

 

Alhamdulillah selesai satu tulisan lagi, tema nggak jauh-jauh dari pro dan kontra yang berkaitan dengan dunia perbankan :lol:

mudah-mudahan nilai softskill saya bagus ya bu :shy:

 

Minggu, 20 Juli 2014

[SOFTSKILL] Berbagai "Keunggulan" Bank Syariah + Analisa

Bismillah...

Berdasarkan artikel yang saya dapat dari situs web beritasatu mengenai berbagai keunggulan bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional, saya jadi tertarik untuk membahas dan menganalisa tiap-tiap keunggulan dari bank yang "lahir" pada tahun 1991 di Indonesia yang dipelopori oleh Bank Muamalat ini. Apakah bank syariah ini lebih unggul dari bank konvensional karena jargonnya "bebas riba"? atau malah justru bank syariah ini tidak ada bedanya dengan bank konvensional yang sama-sama melakukan praktek riba?

Adapun rangkuman mengenai keunggulan bank syariah adalah sebagai berikut:

1. Fasilitas Selengkap Bank Konvensional

meski poin ini termasuk kedalam salah satu keunggulan dari Bank Syariah, tapi menurut saya ini tidak termasuk kedalamnya, alasannya adalah karena setiap bank yang ada harus memiliki fasilitas yang memudahkan para nasabah untuk melakukan berbagai macam transaksi melalui berbagai macam media seperti datang langsung ke bank, datang ke mesin ATM, atau menggunakan layanan mobile dan electronic banking. Dengan adanya alasan-alasan tersebut nampak terlihat bahwa tidak ada perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional dari segi fasilitas, sehingga pada poin ini tidak ada yang saling mengunggulkan diri.

 

2. Manajemen Finansial yang Lebih Aman

poin kedua bisa jadi menjadi salah satu keunggulan dari bank syariah mengingat kejadian pada tahun 2007 yang saya kutip dari tautan beritasatu diatas: "Tragedi finansial kredit subprime tahun 2007 nyaris tidak menggoyahkan investasi yang berbasis syariah. Di saat banyak bank investasi dan bank-bank besar bangkrut maupun membutuhkan kucuran dana, banyak Bank Syariah baru yang justru bermunculan atau buka cabang.". Namun sekali lagi perlu diperhatikan faktor yang memicu pertumbuhan dari bank syariah tersebut, apakah benar karena manajemen finansial yang lebih aman? belum tentu. Berdasarkan keterangan yang saya dapat dari situs web tempo, dikatakan bahwa, masih ada perusahaan yang menawarkan investasi bodong dengan embel-embel syariah di bank ternama yang patut diwaspadai. Namun tidak perlu khawatir karena jika dibandingkan antara berita kasus penipuan antara bank syariah dengan bank konvensional, jumlah penipuan dalam bentuk investasi pada bank syariah jauh lebih sedikit dibandingkan kasus-kasus yang ada pada bank konvensional.

 

3. Anda Berkontribusi Langsung Memperkuat Bank Syariah

poin ini bisa dikatakan tepat. Dikutip dari tautan beritasatu diatas: "Bank Syariah memberikan nisbah (“bunga” simpanan) berdasarkan perkembangan finansial perusahaan. Secara tidak langsung Anda menjadi “pemegang saham” di Bank Syariah Anda. Setiap simpanan Anda akan memperkuat investasi bank. Setiap pinjaman Anda akan memperkuat keuntungan bank. Semakin usaha Anda berkembang, bank juga semakin berkembang karena kredit yang diberikan menggunakan skema bagi-hasil. Semakin maju bank, semakin banyak pula keuntungan bank yang dapat dibagikan sebagai nisbah kepada para nasabah."

Nisbah sendiri bisa dikatakan proses bagi hasil antara bank dengan nasabah. Proses ini dibagi sesuai rasio tertentu, seperti contoh yang saya dapat melalui situs web mysharing, terdapat tata cara menghitung nisbah yang menghasilkan rasio 70:30 keuntungan untuk nasabah, yang dengan kata lain bank mendapat keuntungan sebesar 30% yang dapat menimbulkan pertanyaan, apakah 30% itu termasuk riba?

 

4. Membantu Orang yang Butuh Dizakati

poin ini tepat dikatakan sebagai keunggulan bank syariah dibandingkan bank konvensional, karena sebagai umat muslim kita wajib menunaikan zakat, dan dengan berinvestasi di bank syariah kita secara tidak langsung akan berzakat karena tiap tahun bank syariah wajib berzakat minimal 2.5% dari keuntungan. Bank konvensional pun bisa berzakat, namun tidak ada peraturan yang mewajibkan mereka untuk melakukannya. Jadi, sudah selayaknya jika ada rasa ingin membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan melalui zakat, berinvestasi melalui bank syariah ini bisa jadi pilihan.. tapi jangan lupa kita juga harus berzakat.. jangan mentang-mentang sudah berinvestasi di bank syariah lantas kita melupakan kewajiban zakat itu sendiri.

 

5. 100 Persen Halal

poin ini banyak menimbulkan pro dan kontra, pasalnya tidak ada suatu perusahaan yang tidak mencari profit. maksudnya? yang ingin saya katakan adalah bank mengambil untung dari bunga, lantas yang ada pada bank syariah itu sebenarnya hanyalah bunga yang sudah ganti nama (menjadi "bagi hasil"). jika merujuk pada Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.. itu artinya, jika bank syariah menggunakan sistem bunga dengan 'kedok' sistem bagi hasil, maka bank syariah telah melakukan riba, dan riba itu haram, sehingga bank tersebut tidak menggunakan sistem yang murni 100% halal. Yang menarik menurut saya adalah, sistem bagi hasil ini melalui proses kesepakatan antara pihak nasabah dan pihak bank, bisa 70:30, 65:35 dsb. Jadi ujung-ujungnya bank mengambil keuntungan dari pinjaman nasabah. Sebagai contoh nasabah meminjam 10 juta, lalu melalui proses kesepakatan rasio tadi (biasa disebut dengan akad), didapatlah sang nasabah untuk mengembalikan pinjaman sebesar 12 juta yang dapat dicicil perbulan, katakanlah 1,2 juta setiap bulannya. Dari contoh tersebut sudah jelas bahwa bank syariah mencari untung 2 juta dari pinjaman nasabah. Nah dengan demikian apa bedanya bank syariah dengan bank konvensional? toh sama-sama melakukan praktek riba? bedanya hanya terletak pada kesepakatan di awal saja :evil:

 

demikian analisa dari saya selaku orang yang awam betul dari dunia perbankan.. adapun kesimpulan yang ditulis oleh pak Ahmad Sarwat selaku konsultan Rumah Fiqih Indonesia dalam situs web nya, rumahfiqih, dapat mewakili uneg-uneg saya mengenai bank syariah ini:

"Bagi yang 100% meyakini haramnya 'bunga' di bank syariah, bukan berarti bunga bank di bank konvensional berubah jadi halal. Bunga bank konvenional tetap masih 100% haram dan tidak berubah jadi halal. 

Namun bila kedudukannya sama-sama haram dan semua pintu yang halal tertutup sudah, masuk akal kalau ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa pilihannya adalah haram yang madharatnya paling ringan, yaitu yang bunganya lebih rendah. Jadi pinjam uang dari bank konvensional tetap haram, tetapi lebih rendah nilainya.

Namun pendapat ini tentu saja tidak disetujui oleh semua pihak, khususnya para pendukung bank syariah. Menurut mereka, kalau sama-sama haram, tetap harus pinjam dari bank konvensional.

Dan perdebatan tidak pernah berhenti."

 

demikian apa yang dapat saya tulis apa adanya, tulisan ini murni 100% "karangan" sendiri yang didukung oleh pendapat dari berbagai tautan sumber yang ada (bulan puasa nggak boleh bohong :evil: ). saya selaku penulis menyadari bahwa saya masih jauh dari kebenaran, dan tulisan ini dibuat semata-mata hanya ingin mengeluarkan rasa penasaran saya antara perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional, sekalian itung-itung nambahin nilai softskill :lol: